28 Maret 2015

Bab 3 : Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia

Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
            Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya hukum tertilis dan hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli di negara-negara di Eropa. Oleh karena itu keadaan hukum di Eropa kacau balau, dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan itu berbeda-beda.
            Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama Code Civil de Francais yang juga dapat disebut Code Napoleon, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagaian dari Code Napoleon. Sebagai petunjuk penyusunan Code Civilini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies. Disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jernonia dan Hukum Cononiek.
            Mengenai peraturan hukum yang belum ada di jaman Romawi antara lain masalah wessel, asuransi, dan badan-badan hukum, pada jaman Aufklarung (sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama Code de Commerce.
            Sejalan dengan adanya penjajahan oleh Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland (isinya mirip dengan Code Civil ded Francais atau Code Napoleon) untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Netherland). Pada 1811, saat berakhirnya penjajahan dan Netherland disatukan dengan Prancis, Code Civil des Francais atau Code Napoleon tetap berlaku di Belanda.
            Setalah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis, Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari hukum perdatanya. Pada 5 Juli 1830, kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandle (WVK) yang isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Frances dan Code de Commerce.
            Pada tahun 1948, kedua undang-undang produk Netherland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan Azas Koncordantie (Azas Politik Hukum). Saat ini kita mengenal Burgerlijk Wetboek (BW) dengan nama KUH Sipil (KUHP), sedangkan untuk Wetboek Van Koophandle (WVK) kita mengenalnya dengan nama KUH Dagang.

Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
1.    Pengertian Hukum Perdata
            Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Hukum Perdata mempunyai arti yang luas, yakni meliputi semua Hukum Privat Materiil, dan dapat dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
            Hukum Privat Materiil (Hukum Perdata Materiil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungan terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
            Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formiil yang lebih dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

2.    Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
            Mengenai keadaan Hukum Perdata di Indonesia ini masih bersifat majemuk (masih beraneka warna atau ragam). Penyebab keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1.      Faktor Ethnis yang disebabkan karena adanya keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia (karena negara Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa)
2.      Faktor Hostia Yuridis dapat kita lihat pada pasal 163 I.S. dan pasal 131 I.S. Pada pasal 163 I.S. membagi penduduk menjadi 3 golongan yaitu :
·           Golongan Eropa dan yang dipersamakan
·           Golongan Bumi Putera (pribumi) dan yang dipersamakan
·           Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
  Sedangkan pada pasal 131 I.S. mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
·      Bagi golongan Eroa dan yang dipersamakan, berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Belanda berdasarkan Azas Konkordansi
·   Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan, berlaku Hukum Adat mereka yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di rakyat. Dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
·    Bagi golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab), berlaku hukum masing-masing dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat, baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu.

            Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia, kita harus mengetahui terlebih dahulu riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap Hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 I.S (Indische Staatregeling) yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
  ü  Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-Undang yaitu di Kodefikasi)
  ü  Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di Belanda (sesuai Azas Konkordansi)
  ü  Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dapat berlaku bagi mereka
  ü  Untuk orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa maka diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja
  ü  Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu Hukum Adat
           
            Berdasarkan pedoman diatas, pada jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu tentang :
  §  Perjanjian kerja perburuhan (Staatsblat 1879 no 256)
  §  Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (Straatsblad 1907 no 306)
  §  Beberapa pasal dari WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Straatblad 1933 no 49)

            Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
  §  Ordonansi Perkawinan Bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
  §  Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) (Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717)

            Ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu :
  §  Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
  §  Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
  §  Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
  §  Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 n0 98)

Sistematika Hukum Perdata
            Dalam sistematika Hukum Perdata kita (BW), terdapat dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu dari pemberlaku Undang-Undang yang berisi :
Buku I               : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang            dan hukum kekeluargaan
Buku II             : Berisi tentang hal benda. Di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum       waris
 Buku III           : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban             timbal balik antara orang-oranng atau pihak-pihak tertentu
Buku IV            : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-           alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwars           itu


            Sedangkan pendapat yang kedua, yaitu menurut Hukum atau Doktrin, dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
                     I.            Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu
                     II.            Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwakilan dan curatele
                     III.            Hukum Kekayaan
Hak-hak kekayaan terbagi atas hak-hak yang berlaku bagi setiap orang (Hak Mutlak), dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu (Hak Perseorangan)
                     IV.            Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu, Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.














Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review 12 - Perpajakan Internasional dan Penetapan Harga Transfer

NAMA ANGGOTA KELOMPOK : Dwi Ayu Larasati (22213664) Dwi Puspita Agustin (22213693) Nurul Maghfiroh Jufrin (26213733) Puti Melati ...